Setiap orang yang kita temui, baik yang disuka ataupun
tidak, pada hakekatnya hanyalah perantara. Apapun hubungan itu, pada akhirnya
akan dipertanggungjawabkan masing-masing.
Kita tak lebih dari seonggok daging yang memiliki banyak
keterbatasan. Rasanya sangat tak pantas untuk berjalan dengan menengadahkan
kepala keatas. Entahlah, setinggi apa yang dimengerti, atau karena tak memahami
apapun tentang semua ini.
Bahkan dengan segala kebaikan yang dihimpun tiap waktu,
rasanya masih tak cukup untuk sekedar membayar satu detakan jantung yang bahkan
kita tak menyadari berapa jumlah yang diberi dalam satu hari.
Lantas dari mana datangnya perkataan aneh seperti
"menjelek-jelekan orang lain"? Apakah karena memiliki jaminan, dia
tak kan pernah membutuhkan mereka yang ia jelek-jelakan di masa yang akan
datang? Atau karena dia adalah pribadi yang tak mempermasalahkan untuk menjilat
kembali ludahnya yang telah ia buang?
Jika mau memikirkan secara mendalam. Maka sabar adalah
kebaikan saat bertemu dengan orang yang tak disuka, dan syukur adalah kebaikan
saat bertemu dengan orang yang dicinta. Tak perlu takut tertindas, jika tak
membalas. Kalau memang pantas, Tuhan memiliki nikmat yang tak terbatas.